Jumat, 27 September 2013

Menguak Misteri Situs Biting, Benteng Majapahit Timur.

Dua pekan sudah, belasan arkeolog Universitas Gadjah Mada (UGM) sibuk mengorek-orek tanah merah di Dusun Biting, Desa Kutorenon Kecamatan Sukodon, Lumajang, Jawa Timur. Menggunakan alat sederhana, mereka berusaha menguak misteri situs Biting yang tertanam di perut bumi.

Para arkeolog menduga, di bawah tanah seluas 135 hektare itu, ada sebuah benteng yang terkait dengan Kerajaan Majapahit. "Entah seperti apa lengkapnya bangunan abad XIII ini. Bisa jadi adalah sebuah benteng," kata Masyhudi, Ketua Tim Penelitian UGM yang mengadakan penelitian di situs Biting Lumajang, baru-baru ini. Aliran sungai di sekitar situs, tepatnya di Dusun Biting I dan II di Kutorenon, memperkuat adanya pemukiman kuno di sana.

Diperkirakan, situs tersebut bagian dari Kerajaan Lamajang yang terpendam. Kerajaan Lamajang ini sendiri memiliki hubungan erat dengan kerajaan besar, Majapahit. Di Babad Tanah Jawa, Kerajaan Lamajang sering disebut Majapahit Timur.

Di areal situs memang ditemukan tumpukan-tumpukan batu bata besar. Satu bata berukuran ukuran 40x20x5 centimeter. Diduga, tumpukan bata yang satu terangkai dengan tumpukan lain dengan penghubung masih tertanam di dalam tanah.

Tak jauh dari bangunan benteng itu, tampak seorang arkeolog membersihkan sebuah susunan batu bata yang membentuk anak tangga. "Kami perkirakan areal bangunan peninggalan sejarah yang terkubur ini sangat luas," ujar arkeolog dari UGM yang tak mau menyebutkan namanya itu.

Penggalian di areal ini bermula pada 2006 silam saat sejumlah warga mendapati tumpukan batu bata ukuran besar di areal persawahan mereka. Informasi ini kemudian dicocokkan dengan peta Situs Biting yang dimiliki Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan. BP3 memang pernah mengirim 4 orang ke situs tersebut untuk pemantauan awal.

Namun, informasi ini baru ditindaklanjuti tahun 2010 dengan pengalian atau ekskavasi di beberapa tempat di sekitar persawahan milik warga. Tim UGM kembali melakukan ekskavasi dua pekan lalu untuk meneliti kembali benteng ini.

Warga Lumajang tergabung dalam elemen Masyarakat Peduli Peninggalan Majapahit (MPPM) bersama-sama ikut mendukung penggalian di lokasi persawahan dan pemukiman itu. Puluhan aktivis yang menghendaki ditetapkannya Situs Biting menjadi Cagar Budaya Nasional, pernah menggelar aksi di DPRD Lumajang.

Dengan aksi jalan mundur, mereka menyampaikan rasa keprihatinan karena lokasi Situs Biting sebagian menjadi kawasan hunian. “Kami menyesalkan kenapa pemerintah tidak bergerak cepat melakukan penyelamatan dan menetapkan sebagai wilayah cagar budaya. Akibatnya, sebagian berubah menjadi kawasan pemukiman,” kata Akhmad Mustofa Jamil, salah satu aktivis.

Sementara itu, Bupati Lumajang Sjahrazad Masdar dan wakilnya As’at Malik tak menutup mata adanya potensi besar di situs Biting. Sjahrazad sangat berharap peneliti mampu menguak misteri di balik tumpukan batu bata tersebut.

Dengan demikian, imbuhnya, sejarah bisa disajikan secara lengkap kepada generasi muda, khususnya di Kabupaten Lumajang. "Lumajang harus bangkit lewat sejarahnya yang luar biasa. Kami berharap Situs Biting ini dijaga dengan baik," kata dia.

Situs Biting Lumajang 

Kisah tiga Kerajaan

Kerajaan Lamajang ini tak bisa dipisahkan dari sejarah Kerajaan Singosari. Di pintu masuk situs Biting, terpampang spanduk raksasa yang menceritakan hubungan ketiga kerajaan tersebut. Kisah ini diawali Perjanjian Sumenep yang muncul setelah kekalahan Prabu Jayakatwang tahun 1293.

Dalam perjanjian ini disepakati pembagian bekas kerajaan Singosari menjadi dua kerajaan. Wilayah Kerajaan Singosari barat--meliputi Singosari, Kediri, Gelang-gelang (Ponorogo) dan Wengker--kemudian menjadi Kerajaan Majapahit dengan ibu kota Majapahit.

Sementara wilayah timur menjadi Lamajang Tigang Juru yang meliputi Lamajang, Panarukan, Blambangan, Madura, dan Bali. Ibu kota kerajaan ini adalah Arnon/Kutorenon. Kerajaan ini yang diduga kini menjadi situs Biting.

Lamajang Tigang Juru dipimpin Raja Arya Wiraraja. Masih berdasarkan informasi pada spanduk tersebut, kedua kerajaan itu berdiri secara 'de jure' pada 10 November 1923 Masehi. Raja Arya ditulis sebagai sosok yang yang disegani, bijak, pintar, ahli strategi serta dikenal sebagai arsitek di masa Kerajaan Singosari, Majapahit, hingga Lamajang.

Mimpi

Seorang perempuan bernama Istiana ikut bergabung mengais sisa-sisa kepingan sejarah di situs tersebut. Sebelum bergabung dengan tim arkeolog, alumnus UGM itu mengaku sempat bermimpi.

Tahun 2000, Istiana yang tertidur di rumahnya di Jakarta, bermimpi bertemu seorang kakek yang mengenakan baju putih dan berjenggot. Kakek ini membawa pasukan.

Saat ditanya Istiana berasal darimana, kakek itu mengaku dari Majapahit. "Anehnya, tahun 2010 saya diajak saudara bermain ke tempat ini. Dan, saya sangat terkejut. Saya pernah melihat tempat ini, di dalam mimpi saya itu,” urai Istiana yang juga berprofesi sebagai pengacara itu.  

Tahun itu juga, lulusan hukum ini memutuskan ke Lumajang dan bergabung dengan tim peneliti. “Karena saya memang kelahiran Lumajang, jadi saya juga ingin membuktikan apa yang pernah saya lihat dalam mimpi. Karena saya yakin ini akan menjadi legenda terbesar di Indonesia dan juga dunia yang masih tercecer,” urainya.

Wanita itu berharap semua pihak termasuk pemerintah kabupaten dan provinsi ikut peduli memberikan dukungan guna menguak legenda besar yang menjadi saksi keberadaan Kerajaan Majapahit yang ada kaitannya dengan Lumajang. “Saya memiliki keyakinan, ini adalah sebuah sejarah besar. Yang akan membawa nama Kabupaten Lumajang juga dikenal sampai mancanegara,” lanjutnya. 

Sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/447486-menguak-misteri-situs-biting--benteng-majapahit-timur 

Apabila di dalam postingan Acuy Decamaron terdapat Hak Cipta anda dan anda merasa keberatan silahkan hubungi admin di acuydecamaron@gmail.com. kami akan segera menghapusnya. Terima Kasih.

 
Acuy Decamaron
Copyright © 2013